Kailola Dilantik Wali Kota Ambon Sebagai Raja Negeri Silale

AMBON-PPID, Setelah lima tahun lamanya tidak memiliki raja definitif, akhirnya Rabu (22/5) warga Negeri Silale, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon memiliki raja defenitif baru yakni George Robert Kailola yang dilantik dan diambil sumpahnya oleh Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy, SH.

SilalePengambilan sumpah dan pelantikan Kailola, sebagai Raja Negeri Silale, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, untuk masa bakti 2013-2019 didasarkan atas SK Wali Kota Ambon Nomor 420 tahun 2013.

Acara yang digelar bukan di negeri Silale melainkan di Balai Kota Ambon ini, turut dihadiri oleh unsur Muspida Kota, Sekretaris Kota (Sekot) Ambon, Anggota DPRD Kota Ambon, para pimpinan SKPD di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Saniri negeri lengkap, serta masyarakat Silale.

Wali Kota dalam sambutannya memberi apresiasi atas dilantiknya Kailola sebagai Raja defenitif, yang menurutnya memiliki peranan penting bukan hanya sebagai pimpinan negeri tetapi juga representasi dari kepanjangan tangan pemerintah.

Peranan seorang raja selaku kepala pemerintahan, ungkapnya, memiliki arti penting dalam menjaga otoritas dan kewibawaan negeri. Apabila sebuah wilayah pemerintahan tidak memiliki pimpinan defenitif maka itu akan berimplikasi pada stabilitas masyarakat.

“Dengan alasan itu, maka pemerintah berkepentingan agar setiap wilayah pemerintahan, baik itu kelurahan, desa/negeri harus memiliki seorang pemimpin yang defintif,” katanya.

Menurut Wali Kota acara pelantikan Raja Silale yang dilakukan di Balai Kota Ambon, akibat adanya resistensi sejumlah pihak masyarakat yang tidak puas terhadap pelantikan Kailola, tidak mengurangi legitimasi atau justifikasi yuridis yang bersangkutan untuk memimpin negerinya.

“Tidak ada masalah dengan tempat pelantikan, yang paling penting bahwa Kailola telah mendapatkan justifikasi yuridis formal sebagai Raja Negeri Silale,” seru Wali Kota.

Wali Kota akui, polemik yang terjadi dalam proses pemilihan dan pelantikan Raja Silale sebagai hal yang wajar di era demokrasi. “Ini bukan hal yang istimewa, tetapi hal yang wajar sebagai manifestasi dari ungkapan ketidakpuasan dari ciri-ciri demokratisasi yang kita anut,” ujarnya.

Dikemukakan Wali Kota, perbedaan pendapat diantara masyarakat negeri Silale dalam proses pemilihan dan pelantikan raja disebabkan karena tidak ada pranata hukum dan budaya tertulis di tiap negeri. Hal ini, diakuinya merupakan kelemahan yang harus segera dibenahi.

“Akibat tidak adanya pranata hukum tertulis maka masing-masing pihak menafsirkannya sesuai standing position atau dimana ia berkepentingan, oleh sebab itu kita harus dorong agar pranata hukum ini harus di-cover secara yuridis formal dalam peraturan negeri, sehingga kedepannya tidak ada lagi pembiasan penafsiran antara satu dan lainnya,” bebernya.

Ditandaskan Wali kota, perbedaan pendapat yang tajam diantara warga Silale, membuat Pemkot harus bertindak arif dan mengambil langkah tegas demi kepentingan masyarakat yang lebih luas. Ketegasan ini, lanjutnya, untuk tetap menjaga kewibawaan pemerintah.

“Saya selaku Wali Kota tidak memiliki kepentingan apa-apa, selain pertimbangan administrasi pemerintahan yang dikedepankan,” tandasnya.

Ditambahkan Wali Kota, dirinya membuka pintu bagi masyarakat yang menolak pelantikan raja Silale untuk berdiskusi, bahkan dirinya mempersilahkan masyarakat menggunakan jalur hukum untuk memenuhi haknya.

Kepada Raja Silale, Wali Kota mengingatkan agar tetap berlaku arif, dalam menjalankan tugasnya untuk melayani dan mengayomi seluruh warga negeri Silale, sesuai sumpah dan janji yang diucapkan pada saat dilantik. (RA)

Please follow and like us:

Comments are closed.